Maafkan,
ini yang terakhir semoga semua akan lebih baik suatu saat nanti," Kututup
telepon dengan perasaan bersalah yang dalam. Karena pada hari ini aku telah
membuat suatu dosa dengan menutup jalur komunikasi dengan seorang sahabat.
Bukan karena aku tidak menyayanginya tapi karena menjalani kehidupan sesuai
dengan jalan yang dipilih masing-masing adalah yang terbaik.
Dia
sahabatku, sampai kapanpun aku tidak lupa akan itu, seorang sahabat yang
mengingatkanku akan harta paling berharga yang kubawa yaitu Islamku. Seorang
sahabat yang kerap menamparku dengan kata-kata sinis bahkan pedas ketika aku
melakukan kesalahan. Teman yang mengatakan "Munafik!" saat aku tidak
konsisten terhadap kata-kataku bahkan "materialistis!" pun pernah
terlontar dari dirinya.
Diskusi
yang keras sering kali terjadi, tapi pada akhirnya akan berakhir dengan sebuah
kata-kata bahwa sahabat adalah orang yang menampar kita ketika kita bersalah
bukan karena benci tapi karena rasa saling menyayangi sebagai saudara.
Dalam
perjalanan persahabatan sebuah kesadaran akan identitas diri akan menyeruak,
bertarung dengan ego, dan identitas diri. Dan sebuah kegagalan telah tercatat,
hamba yang lemah ini tidak sanggup menjaga niat. Persahabatan itu berubah dan
perubahan itu tidak sanggup untuk dimaklumi. Proses yang berlangsung sebagai
sarana belajar telah menjadi sebuah kekaguman yang menyebabkan diri memaksa
menjadi serupa dengan orang yang dikagumi. Keyakinan akan diri sendiri goyah
karena perasaan manusiawi. Dan sebuah perjalanan sampai pada keputusan, pergi
atau menyesali diri.
Kesadaran
bahwa dalam sebuah proses pencarian jati diri seharusnya dilakukan karena Allah
membuat diri yang lemah ini malu, betapa perasaan insani telah menyeruak
mengalahkan hati nurani.
Kesadaran
yang muncul saat perasaan tertekan itu hadir adalah suatu kemustahilan berusaha
menjadi seseorang yang lain. Rasa malu yang dalam menyadari ketidak ikhlasan
diri menyeruak dalam hati. Perasaan malu sebagai seorang hamba membuat sebuah
keputusan harus diambil, semuanya harus berakhir. Maka sebuah permintaan maaf
pun mungkin takkan pernah bisa menghapus dosa.
Sungguh
sahabat, tidak menyayangimu bukanlah alasan keputusan ini. Tapi kesadaran penuh
bahwa seorang manusia harus menjadi dirinya dalam sebuah perjalanan membangun
pondasi kehidupan membuat diri ini malu karena tidak sanggup untuk menetapkan
tekad. Tapi kesadaran bahwa kebersamaan adalah suatu jalan untuk mengaburkan
makna perjalanan mencari-Nya.
Percayalah
sahabat, di manapun dirimu berada kau adalah sahabatku, karena sahabat ada
dalam perjalanan waktu dan mendoakanmu meski dari jauh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar