Setiap manusia pasti berbeda, baik bentuk fisik, sifat maupun
nasibnya, sekalipun yang disebut ‘orang kembar’. Memang, ada yang pintar dan
ada yang bodoh, ada yang miskin dan ada yang kaya serta masih banyak lagi.
Begitu juga ketika jalan di tempat umum, kita sering menemukan orang yang
memiliki paras cantik maupun ganteng, walaupun bentuk wajah cantik dan ganteng
itu banyak orang menyebutnya sangat relatif. Selain itu, kita mungkin merasa
iri jika melihat orang lain bisa meraih dan memiliki prestasi yang patut
dibanggakan pada bidang tertentu, tetapi kita tidak bisa. Apa sebenarnya yang
harus kita lakukan dengan semua itu ?
Pada dasarnya, Allah SWT, Sang Pencipta Makhluk, sungguh maha adil.
Dia maha mengetahui makna dibalik penciptaan-Nya. Betapa tidak, setiap makhluk
yang diciptakannya mempunyai kelebihan dan keistimewaan tersendiri. Namun,
mereka jelas menyimpan kekurangan dan kelemahan. Artinya, setiap makhluk tidak
ada yang sempurna. Semuanya mengandung sisi posotif dan negatif. Berangkat dari
sini, kita sebagai hamba Allah harus selalu bersyukur untuk menerima apa
adanya, sesuai yang telah ditentukan oleh Allah SWT.
Belajar menerima kekurangan, baik yang terdapat pada diri
sendiri, orang lain ataupun orang yang ada di sekeliling kita, sangatlah tidak
mudah. Selama ini, barangkali kita hanya menikmati kelebihan-kelebihan,
sementara hati kita tidak pernah bersyukur akan kekurangan yang banyak
menyimpan maksud tertentu. Saling mengisi sebagai salah satu fungsi dari
ukhuwah (persaudaraan), merupakan faedah dari menerima kekurangan. Artinya,
kelebihan yang kita miliki bisa memberikan nilai tambah untuk mengisi
kekurangan orang lain dan kekurangan kita bisa diisi dengan kelebihan orang lain.
Hal ini menunjukkan, semua manusia sangat membutuhkan oragn lain atau tidak ada
menusia yang mampu hidup sendiri, karena hidup ini adalah untuk saling mengisi.
Di samping itu, menghargai orang lain merupakan sebuah
pengakuan, bahwa masih banyak orang-orang yang melebihi kita dalam segala hal.
Kita bukan manusia yang serba ‘super’. Di atas langit, masih ada langit.
Begitulah pepatah mengatakan. Agama mengajarkan, dalam kaitannya dengan harta
(kekayaan), lebih utama jika kita melihat orang yang ada di ‘bawah’ kita,
daripada mengikuti hawa nafsu untuk mengungguli orang yang lebih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar