Senin, 06 Mei 2013

Belajar Menerima Kekurangan


Setiap manusia pasti berbeda, baik bentuk fisik, sifat maupun nasibnya, sekalipun yang disebut ‘orang kembar’. Memang, ada yang pintar dan ada yang bodoh, ada yang miskin dan ada yang kaya serta masih banyak lagi. Begitu juga ketika jalan di tempat umum, kita sering menemukan orang yang memiliki paras cantik maupun ganteng, walaupun bentuk wajah cantik dan ganteng itu banyak orang menyebutnya sangat relatif. Selain itu, kita mungkin merasa iri jika melihat orang lain bisa meraih dan memiliki prestasi yang patut dibanggakan pada bidang tertentu, tetapi kita tidak bisa. Apa sebenarnya yang harus kita lakukan dengan semua itu ?

Pada dasarnya, Allah SWT, Sang Pencipta Makhluk, sungguh maha adil. Dia maha mengetahui makna dibalik penciptaan-Nya. Betapa tidak, setiap makhluk yang diciptakannya mempunyai kelebihan dan keistimewaan tersendiri. Namun, mereka jelas menyimpan kekurangan dan kelemahan. Artinya, setiap makhluk tidak ada yang sempurna. Semuanya mengandung sisi posotif dan negatif. Berangkat dari sini, kita sebagai hamba Allah harus selalu bersyukur untuk menerima apa adanya, sesuai yang telah ditentukan oleh Allah SWT.

Belajar menerima kekurangan, baik yang terdapat pada diri sendiri, orang lain ataupun orang yang ada di sekeliling kita, sangatlah tidak mudah. Selama ini, barangkali kita hanya menikmati kelebihan-kelebihan, sementara hati kita tidak pernah bersyukur akan kekurangan yang banyak menyimpan maksud tertentu. Saling mengisi sebagai salah satu fungsi dari ukhuwah (persaudaraan), merupakan faedah dari menerima kekurangan. Artinya, kelebihan yang kita miliki bisa memberikan nilai tambah untuk mengisi kekurangan orang lain dan kekurangan kita bisa diisi dengan kelebihan orang lain. Hal ini menunjukkan, semua manusia sangat membutuhkan oragn lain atau tidak ada menusia yang mampu hidup sendiri, karena hidup ini adalah untuk saling mengisi.

Di samping itu, menghargai orang lain merupakan sebuah pengakuan, bahwa masih banyak orang-orang yang melebihi kita dalam segala hal. Kita bukan manusia yang serba ‘super’. Di atas langit, masih ada langit. Begitulah pepatah mengatakan. Agama mengajarkan, dalam kaitannya dengan harta (kekayaan), lebih utama jika kita melihat orang yang ada di ‘bawah’ kita, daripada mengikuti hawa nafsu untuk mengungguli orang yang lebih.

Mengingat datangnya kematian membuat kita semakin sadar, bahwa semua makhluk akan mengalami kehancuran. Semua yang kita cintai, akan kita tinggalkan. Dengan menyadari keadaan ini, kita tidak diperkenankan untuk berlaku sombong (takabur) maupun angkuh dengan segala kelebihan yang kita miliki. Dengan belajar menerima kekurangan, berarti kita belajar memanusiakan manusia. Akhirnya, kita harus menerima pemberian atau karunia Allah dalam bentuk apa pun dengan lapang dada. Semoga. Wallahu’alam bish-shawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar